Kamis, Januari 12, 2012

Review Linux Mint Debian Edition (LMDE) 201109 Versi Gnome

Dengan mengandalkan koneksi yang lumayan cepat dari paket malam Telkomsel (rata-rata 100-an kBps hingga 200-an kBps), akhirnya saya berhasil merampungkan pengunduhan file .iso image-nya. Total ukuran file .isonya sekitar 1,2 GB. Lumayan besar juga. Sangat wajar, mengingat ia berupa Live DVD.
Saya pun kemudian mengeksplorasi Linux Mint Debian Edition 2011.09 ini melalui mesin virtual terlebih dahulu. Dalam hal ini, saya menggunakan VirtualBox OSE di Linux Ubuntu 11.04. Setelah merasa cukup mengeksplorasinya di mesin virtual, saya memutuskan untuk memasang/menginstalnya di ‘hard-disk’ laptop saya. Saya menggunakan media USB ‘flash-disk’ lewat bantuan aplikasi UNetbootin untuk membuat Live USB-nya. Semuanya berjalan lancar (tanpa masalah apa pun).
Tampilan menu instalasi cukup sederhana dan mudah dipahami. Semuanya sudah berbasis grafis (GUI). Proses instalasi pun berjalan mulus dan sangat cepat. Saya sengaja mencatat waktunya. Hasilnya, cuma memakan waktu 5 menit! Wow, terbilang sangat cepat jika dibandingkan dengan proses instalasi Ubuntu. Apalagi ini adalah versi Live DVD (yang tentu saja mengandung lebih banyak paket).
Apa saja fitur Linux Mint Debian Edition (LMDE) 2011.09 ini?
Semua fitur Linux Mint 11;
* Perbaikan installer (varian keyboard, lokal, perbaikan bug, UUID di fstab);
* Pembaruan repositori Update Manager berdedikasi dan bertahap;
* Kompatibilitas tema GTK2/GTK3; dan
* Pembaruan perangkat lunak serta paket-paket.
Dengan sistem pendistribusian ‘Rolling-Release’, Linux Mint Debian Edition (LMDE) 2011.09 ini juga dirancang agar dapat berjalan pada komputer-komputer tua/lawas (yang hanya memiliki satu core atau satu CPU). Default kernel yang disertakan dalam paketnya yaitu berupa kernel 486.
Di satu sisi, kernel 486 ini sangat ramah pada komputer tua/jadul. Namun di sisi lain, kernel ini kurang bersahabat bagi komputer modern karena tidak mampu mendeteksi CPU yang memiliki inti lebih dari satu. Jadi, jika kita menginstal dan menjalankan Linux Mint 2011.09 ini pada komputer yang (misalnya) memiliki 2 core CPU, seperti laptop saya yang bertipe Core 2 Duo, maka kernel 486 bawaan Mint Debian ini hanya mendeteksi satu inti/core. Buktinya bisa dilihat pada tampilan aplikasi ‘System Monitor’ berikut ini.
satu core cpu
Solusi masalah di atas yaitu dengan cara menginstal kernel 686-PAE. Mudah-mudahan nanti bisa saya bahas tipsnya.

Tampilan menu utama

Berbasiskan dekstop Gnome dan terletak pada sudut kiri bawah, tampilan menu utama Linux Mint Debian Edition 2011.09 cukup simpel dan mudah dipahami. Sisi aksesibilitas dan ‘usability’ sudah cukup terpenuhi. Tampilan menu utama ini sedikit dimodifikasi sehingga terlihat agak berbeda dengan model dekstop Gnome klasik. Ia tersusun dari 3 kolom utama.
menu utama
Selanjutnya, mari kita telusuri satu per satu kategori utama aplikasi yang ada pada sub menu ‘All applications’. Mulai dari kategori ‘Accessories’.
aksesoris
Oya, aplikasi ‘Shutter’ yang terdapat pada list di atas sebenarnya bukan default/bawaanLMDE 201109 ini, melainkan saya instal sendiri.
Lanjut ke kategori ‘Graphics’.
grafis
Lalu kategori ‘Internet’.
internet
Kemudian kategori ‘Office’.
office
Berlanjut ke kategori ‘Sound & Video’.
multimedia
Lanjut lagi ke kategori ‘System Tools’.
system-tools
Kemudian ke kategori ‘Administration’.
administrasi
Dan akhirnya ke kategori ‘Preferences’.
preferences
Anda kurang suka dengan tampilan default menu utama di atas? Tidak masalah. Anda bisa mengkustomisasinya dengan tema-tema lain yang telah disediakan. Cukup lakukan klik kanan pada icon menu utamanya yang berupa gerigi, lalu klik/plih ‘Preferences’ dan ‘Theme’. Kemudian Anda tinggal memilih berbagai tema yang disediakan pada menu dropdown-listnya.

Pengelolaan Aplikasi

Untuk mengelola aplikasi/software, kita bisa melakukannya melalui ‘Software Manager’ dan ‘Synaptic Package Manager’. Software Manager bisa diibaratkan sebagai gudang aplikasi siap install untuk pengguna Linux Mint Debian ini.
software manager
Mari kita lihat beberapa kategori utama softwarenya. Mulai dari kategori ‘Internet’.
aplikasi internet
Lanjut ke ‘Sound and Video’.
aplikasi multimedia
Lalu ‘Graphics’
aplikasi grafis
Kemudian ‘Font’.
aplikasi font
Dan ‘Games’.
aplikasi permainan
Saya rasa cukup 5 kategori saja yang saya tampilkan screenshotnya.
Utilitas lain untuk mengelola paket-paket aplikasi yaitu ‘Synaptic Package Manager’. Tampilannya tak jauh berbeda dengan utilitas serupa di Linux Ubuntu.
Synaptic Package Manager
Utilitas ini lebih ditujukan untuk pengguna yang sudah agak ‘advanced’. Untuk pemula, lebih enak menggunakan ‘Software Manager’ saja, walaupun daftar paket aplikasinya tidak selengkap yang terdapat pada ‘Synaptic Package Manager’.
Untuk memperbarui paket-paket aplikasi, software, serta sistem keamanan, kita bisa melakukannya melalui utilitas ‘Update Manager’. Cara menggunakannya sangat mudah. Tinggal mengklik icon menunya, maka paket-paket akan diperbarui secara otomatis. Lalu kita tinggal mengklik menu  untuk menginstall semua paket aplikasi yang telah diperbarui.
Update Manager
Utilitas/menu ini bisa kita temukan pada panel bawah, tepatnya di sisi kanan (berupa icon kecil seperti perisai/tameng).

Kustomisasi Tema, Jendela, dan Icon

Cukup membuka menu utama, lalu memilih kategori ‘Preferences’ > ‘Appearance’. Maka akan terbuka sebuah jendela untuk melakukan pengaturan tampilan atau tema. Tersedia 16 tema default yang siap kita pilih sesuai selera.
appearance
Jika ingin melakukan kustomisasi lebih lanjut, kita tinggal mengklik tombol . Maka akan terbuka jendela baru seperti berikut ini.
control
colors
window border
icon

Beberapa kekurangan Linux Mint Debian Edition 201109

Setelah mencobanya selama hampir seminggu (sampai saat postingan ini saya publish), ada sejumlah kekurangan yang saya temukan pada Linux Mint edisi Debian 2011.09 ini. Di antaranya:
  1. Pengkategorian software menjadi sub-sub kategori pada kategori-kategori utama di menu ‘Software Manager’ masih kurang lengkap. Selain kategori Internet, Grafis, dan Games, saya lihat kategori software lainnya tidak dipecah-pecah menjadi sub kategori. Padahal beberapa kategori (seperti Sound & Video, Programming, Systems Tools, Accessories, Fonts, dan Science & Education) bisa dipecah-pecah lagi ke dalam sub kategori. Hal ini demi mempermudah pengguna dalam memilah sub-sub kategori software yang akan ia cari. Untuk poin ini, saya melihat ‘Ubuntu Software Center’ milik Linux Ubuntu masih jauh lebih baik.
  2. Untuk kelengkapan software, menu ‘Software Manager’ masih belum mengandung beberapa aplikasi yang saya butuhkan. Misalnya saja Netbeans IDE (untuk membangun aplikasi berbasis Java) dan Quanta Plus (untuk pemrograman website). Padahal kedua aplikasi tersebut sudah ada pada ‘Ubuntu Software Center’ di Linux Ubuntu. Lagi-lagi dalam hal ini Ubuntu lebih baik. Plus lebih lengkap juga aplikasi-aplikasi yang disediakannya. Toh, Ubuntu juga sama-sama turunan Debian. Tapi mengapa dalam hal ini Ubuntu lebih lengkap dalam menyediakan repositori aplikasi-aplikasinya?
  3. Delay atau jeda waktu usai mengklik kategori, sub kategori, maupun nama aplikasi-aplikasi di menu ‘Software Manager’ agak lama. Dalam arti, akses ke sub-sub menunya memerlukan delay. Begitu pula usai mengetikkan keyword atau kata kunci nama aplikasi yang hendak dicari via kotak pencarian. Ada delay beberapa saat. Tak secepat pengaksesan sub-sub menu maupun kemunculan hasil pencarian di ‘Ubuntu Software Center’. Lagi-lagi dalam hal ini Ubuntu lebih baik.
  4. Usai proses instalasi software/aplikasi pada ‘Software Manager’, keterangan ‘Not installed’ tidak langsung berubah menjadi ‘Installed’, kecuali setelah kita mengklik induk kategorinya dan mengklik nama aplikasi tersebut kembali. Begitu pula tombol  yang tidak langsung berubah menjadi . Hal ini mungkin akan membingungkan pengguna pemula. Bisa jadi ia akan mengira bahwa proses instalasi softwarenya belum tuntas atau gagal, padahal sudah berhasil. Pada poin ini, lagi-lagi ‘Ubuntu Software Center’-nya Ubuntu masih jauh lebih baik (karena lebih responsif).
  5. Kernel default (bawaan) yang berupa kernel 468 kurang bersahabat dengan komputer-komputer modern yang umumnya sudah memiliki core CPU lebih dari satu. Walaupun hal ini bisa disiasati dengan menginstal kernel 686-PAE, ia memerlukan pengetahuan dan pemahaman khusus (dalam proses instalasinya). Jadi tidak bisa sembarangan dan juga tidak bisa dibilang praktis. Namun saya sendiri sudah berhasil menginstal kernel 686-PAE tersebut. Nanti akan saya posting triknya.
  6. Default ‘web browser’ (peramban web) yang disediakan agak ketinggalan zaman menurut saya, yaitu Firefox versi 5.0. Begitu pula versi Chromium (13.0.782.127) dan Opera (10.62). Padahal saat rilis resmi Linux Mint Debian Edition ini (16 September 2011 lalu), versi beberapa browser ternama sudah mengalami perkembangan. Sayangnya, saya tidak menemukan cara untuk memperbarui versi browser-browser yang terdapat pada repositoriLMDE 2011.09 ini. Mungkin hal ini ada hubungannya dengan sistem ‘Rolling-Release’ yang diterapkan pada pendistribusian LMDE ini. Jadi, pihak pengembang lebih memilih versi peramban web (‘web browser’) yang dianggap lebih stabil.
  7. Eksekusi navigasi menu atau tautan melalui ‘Touchpad’ (pada laptop saya) sempat tidak berfungsi. Terutama untuk menggantikan ‘single-clicks’ & ‘double-clicks’ ketika menggunakan mouse/tetikus. Jadi hanya bisa digeser-geser (tanpa bisa mengklik melaluinya). Ternyata untuk mengaktifkannya harus melalui menu ‘Preferences’ > ‘Mouse’ > ‘Touchpad’ dan lalu mencentang opsi Enable mouse clicks with touchpad. Hmm, kenapa tidak tersetting otomatis dicentang ya? Saya pikir ini cukup merepotkan dan membingungkan pengguna pemula yang terbiasa menggunakan ‘touchpad’ untuk menavigasi.
  8. Sub menu  pada aplikasi ‘Shutter’ yang sudah saya instal ternyata tidak aktif, padahal ia sangat penting bagi saya untuk mengedit hasil tangkapan layar (‘screenshot’). Ternyata untuk mengaktifkannya harus dengan cara menginstal library/module tertentu. Sialnya, library tersebut tidak tersedia di ‘Software Manager’. Satu-satunya jalan yaitu dengan menginstalnya melalui terminal.

Kesimpulan

Linux Mint Debian Edition 2011.09 ini kurang cocok untuk pengguna pemula. Sebagian penyebabnya ada pada poin kekurangan yang telah saya paparkan di atas, terutama masalah kernel bawaan dan trik menyiasatinya. Selain itu, masalah keharusan mengubah beberapa repositori sebelum mengunduh ‘Update Pack 3′ juga agak menyulitkan pengguna pemula. Di sisi lain, pengguna yang sudah cukup memahami Linux relatif tidak ada masalah sebenarnya.
Bagi saya sendiri, Linux Mint Debian Edition 2011.09 ini menjadi salah satu sistem operasi alternatif yang belakangan ini lebih sering saya gunakan. Tidak ada masalah sama sekali begitu ia saya install di laptop saya yang sudah terlebih dahulu terdapat 2 sistem opreasi lain, yaitu Windows XP dan Linux Ubuntu. ‘Boot loader’ bawaan LMDE ini berjalan mulus (dengan isi list berupa semua OS yang terinstall pada laptop saya).
Untuk memainkan file-file MP3 maupun video juga tidak membutuhkan ‘codec’ multimedia lagi, sebab ia sudah termasuk dalam paket instalasi. Enaknya, aplikasi GIMP juga sudah ‘built-in’. Begitu pula ‘Pidgin’ (untuk chatting), ‘Bittorent Transmissons’ (untuk mengunduh file torrent), dan bahkan ‘VLC media player’ (untuk memutar berbagai jenis format video).
Referensi terkait, silakan telusuri 2 tautan berikut ini:

0 komentar:

Posting Komentar